Jumat, 03 Desember 2010

"Cahaya yang bertolak dari kita" ( Mansinam dan Doreh )

Oleh. FC. Kamma.

"Dengan dikirimkannya para utusan Injil ke tengah orang kafir, maka dengan berbagai cara dari kita bersinarlah cahaya ke dalam kegelapan yang luarbiasa itu, dan karena cahaya itulah kabut arus menyingkir dari sana". Demikianlah redaksi majalah UZV menulis dalam tahun 1869.

Kalau orang ingat akan suasana masyarakat pada waktu itu di Eropa Barat, yang hampir-hampir tak diperhatikan orang(kerja wanita dan anak-anak, akibat-akibat materiil dan moril dari revolusi dan sebagainya), ini adalah ucapan yang cukup menonjol. Memang orang melakukan sesuatu untuk memberantas akibat-akibat keadaan yang buruk itu (menurut corak kedermawanan).

Akan tetapi orang tak menaruh perhatian pada perubahan struktur yang demikian diperlukan itu. Tetapi kalau kita bertolak dari apa yang dinamakan jemaat Kristen sebagai ganti "masyarakat Eropa", maka ucapan ini tak cocok pula. Geissler, yang mengeluh mengenai kurang adanya dukungan, menulis: "Banyak orang di Eropa tidak tahu apa itu "ciptaari baru" 1) mereka itu sendiri bukan orang Kristen dan karena itu tidak tahu apa-apa tentang zending". "Cahaya yang bersinar dari kita itu" hanyalah Injil, dan itu bukanlah milik orang Eropa. Tetapi mengakui kenyataan ini belumlah cukup juga. Kita dapat menyatakan, seperti yang dilakukan oleh redaksi UZV, bahwa zending adalah pekerjaan Tuhan, yang harus dikerjakan dalam ketaatan iman. Tetapi tetap tinggal persoalan ini: bagaimanakah Injil itu dapat dipahami orang? Dalam tahun 1866 seorang pekerja zending, Van Eck, menulis dari Bali : " . . . . Bukankah perlawanan yang dialami oleh para zendeling itu sebagian besar disebabkan karena mereka itu, yang belum memiliki apa-apa yang bisa menarik orang, berbicara tentang dosa dan hukuman dengan bahasa yang di sini hanya dimengerti oleh beberapa orang dan itupun masih sangat kurang?"

Lama-kelamaan orang telah menemukan bahwa bahasa tidaklah terdiri atas deretan kata-kata yang bisa dipakai sebagai ganti kata-kata dalam bahasa milik sendiri.

Di dalam bahasa itu kebudayaan menyatakan dirinya dengan cara yang sangat khas.

Bahasa adalah satu susunan lambang yang hanya dapat ditafsirkan dengan pengetahuan yang mendalam mengenai kebudayaan yang bersangkutan. Tetapi di waktu permulaan, pengetahuan itu masih sangat kurang. Para zendeling memberi isi Kristen kepada bahasa Numfor yang mereka pakai itu. Dan di sini pun berlaku walaupun keadaan di Numfor lain daripada di Bali. Apa yang dikatakan Van Eck: "Apakah keadaan kekafiran itu sedemikian rupa, hingga setiap kata Kristen yang diucapkan dalam sesuatu bahasa asing, walaupun orang belum mengetahui apa kata itu ada hubungannya dengan sesuatu gagasan yang terdapat pada rakyat atau malah mungkin berhubungan dengan gagasan yang samasekali keliru, dapat dipandang sebagai pemberitaan Firman, sehingga orang dapat menggunakan perkataan: 'Firman Allah

hidup dan kuat dan lebih tajam daripada pedang bermata dua

manapun'?

1) Bnd II Kor. 5 : 17:Gal. 6 : 15 (penyadur)

" 1). "Saya sendiri percaya (saya memang berbicara secara manusiawi) bahwa baru setelah orang kenal betul dengan bahasa penduduk dan dengan pengertian-pengertian yang berlaku dalam lingkungan di mana orang-orang itu dididik, maka jalan menuju hati mereka itu sudah terintis. Kalau dalam hubungan ini kita memikirkan khotbah Geissler di hadapan orang Andai, Amberbaken dan sebagainya, maka kita tak bisa berbuat lain daripada mengambil kesimpulan bahwa penduduk di sini dihadapkan pada pribadi sang zendeling, sedangkan para zendeling berpandangan bahwa mereka menghadapkan penduduk pada Injil. Kita telah melihat sedikit bagaimana orang Numfor mengadakan perlawanan terhadap "kebiasaankebiasaan zendeling" yang tak hendak mereka ikuti. Bukankah, apabila penduduk mulai mengenakan pakaian, maka hal itu sudah dianggap para zendeling sebagai "kemenangan"? Di kemudian hari Rinnooy menulis tentang hal itu: "Terutama saya anggap

sebagai tanda yang kurang baik apabila kebiasaan-kebiasaan, tingkah laku, nama dan sebagainya yang bersifat Eropa atau yang asing bagi negeri itu dianggap sebagai sesuatu yang bersifat Kristen. Sebab hal itu memandang bayangan atau rupa lahiriah sebagai hakekat".

Kofiau Bepon dan Orang Beser.( SUKU BESER )


Bagian 2

Kofiau Bepon dan Orang Beser.( SUKU BESER )

Sebelum orang beser dating dari Waigeo Selatan untuk mendiami kepulauan Kofiau pada akhir Abad ke-19 dan awal Abad ke–20 maka sebelumnya sudah ada orang yang lebih dulu mendiami kepulauan kofiau ini. Kedua orang yang pertama dating dan sebagai perintis yang mendatangi kofiau adalah Aiburan dan Ayahnya Wairomi, mengisahkan bahwa pada waktu mereka dating di pulau kofiau untuk petama “Orang Kofiau Mula-mula” ( Kofiau Bepon ) Sudah tidak adala lagi di kampong Kofiau. Hanya ada satu dua / beberapa orang yang mendiami pedalaman Kofiau, dengan memakai Cidaku Merah dana Berambut Panjang.

Bukti adanya orang kofiau mula-mula adalah sampai dengan saat sekarang ini masinh terdapat Benteng Batu, Pecahan Priring Dulu, Kulit Bia ( Kerang ) di Pedalaman Kofiau, bahkan samapai sekarang masih terdapat piring-piring antic yang masih utuh, batu asah dan lain sebagainya. Bukti-bukti lain adalah pohon-pohon sagu dan hutan cempedak yang sudah ada sebelum penduduk beser dating untuk mendiami pulau kofiau.

Terlintas dan menjadi pertanyaan ; KEMANAKAH KOFIAU BEPON itu pergi ?

Tidak ada yang tau dan menjelaskan , namun dapat di analisa bahwa Kafiau Bepon itu punah dari Hongi-hongi ( Rak ) yang pada waktu lampau berkecamuk anatara suku-suku Halmahera dan Suku-suku Raja Ampat.

Selasa, 30 November 2010

GUGUSAN PULAU KOFIAU

(Group of beautiful island Kofiau )

Kepulauan Kufiau adalah serangkaian pulau yang membentuk satu kesatuan georafis.

Kupulauan ini terbentuk dari serangkaian pulau yang kurang lebih berjumlah 32 buah pulau termasuk Pulau Besar ( Sub Bakken ) dan gugusan Rew ( Pulau Boo ). Perkampungan pada Pulau ini berada pada lokasi-lokasi beberapa pulau yang letaknya berada pada bagian utara gugusan pulau ini( Kofiau Besar ), tiga pulau besar yang dijadikan olkasi pemukiman penduduk adalah, DEER, DIBALAL dan TOLOBI . Nama –nama desa/kampong disesuaikan dengan nama-nama pulau tersebut, lataknya membujur dari utara ke timur atau sebaliknya.

Pulau Kofiau besar dan pulau-pulau lainnnya dijadikan sebagai tempat mata pencaharian penduduk, misalnya : untuk membuat kebun,bercocok tanam, berburu dan lain sebagainya.

Dalam struktur organisasi pemerintahan kepulauan ini telah menjadi sebuah Distrik sejalan dengan terbentuknya kabupaten Raja Ampat, maka Kepulauan Kofiau telah menjadi sebuah distrik sendiri.

Nama “Kofiau” sendiri berasal dari kata “kopia”. Konon pada saat yang lampau pada masa Karajaan Jailolo, raja Jailolo pernah pergi ke daerah persinggahan di pulau “mikiran”(* saat itu raja lupa akan “Kopia”nya. Yang kemudian tempat persinggahan (mikiran) ini kemudian tempat itu di beri nama “Jailolo”. Pulau Jailolo sendiri terletak antara Pulau Tolobi dan Dibalal, ada dua pulau Jailolo di sana yang kemudian dikenal dengan Pulau Jailolo Kecil dan Pulau Jailolo besar. Seluruh gugusan pulau ini yang di Namakan Pulau Kofiau, yang kemudian menjadi satu distrik kini.

Peristiwa “lupa” atau ketinggalan Kopia Raja Jailolo di pulau-pulau mikiran ini dicatat oleh Raja Waigama bahwa ”Kopia” (Kofiau ) dapat di artikan “Yang terlupakan sedangkan Pulau-pulau Mikiran yang sekarang ini adalah Kofiau.( Bersambung..... )

*)Pulau Mikiran kini disebut Pulau Kofiau, *) Kopia adalah Topi atau penutup kepala bagi kaum moeslim juga disebut sebagai peci,

Senin, 29 November 2010

WAKTU YANG LALU


Sebuah pohon beringin ditanam diatas kuburan orang Beteu pertama yang pimping orang-orang beteu yang berasaal Waigeo ke Pulau Kofiau tinggal disana. Dulu Dibalal bernama Miot Aibu. Aibu itu Ampas dari orang pertama yang di kubur di Dibalal di mana Pohon beringin itu di tanam. Oleh karna itu pulau Dibalal diberi nama waktu itu Miot Aibu berarti Pulau Ampas mayat dari Orang pertama pimping orang Beteu Masuk Kofiau

Kampung Kofiau

Kampung Kofiau terdiri dari Gugusan Pulau dengan Pemandangan Pantai,Pesisir dan Karang Laut yang menakjubkan.